Penggunaan kain poleng di Bali

Kain Catur (Kotak-Kotak)  ini memiliki makna bercorak kotak-kotak seperti papan catur.  Lewat pengaturan yang seimbang dan teratur, dua warna tersebut kemudian menghasilkan motif yang disebut sebagai motif poleng.
Kain poleng memiliki arti penting dan sakral dalam kehidupan masyarakat di Bali. Seperti yin dan yang pada budaya Tionghoa, kain poleng dimaknai sebagai simbol Rwa Bhineda, yang artinya representasi dua sifat yang berbeda atau bertolak belakang, digambarkan lewat warna hitam dan putih. Konsep ini melambangkan keseimbangan alam seperti adanya atas dan bawah, kanan dan kiri, pagi dan malam, benar dan salah, baik dan buruk dan masih banyak lagi. 

Makna kain Catur (Poleng) Bali

Makna pada kain poleng tidak hanya terdapat pada motifnya saja, tetapi pada sosok yang mengenakannya dalam upacara atau ritual tertentu. Kain poleng juga lekat dengan kehidupan religius umat Hindu di Bali. Ia biasanya disematkan atau dililitkan pada benda-benda tertentu seperti pohon, patung, dwarapala dan tempat sembahyang seperti pelinggih. Penyematan kain poleng terhadap objek-objek tertentu ini penuh arti. Masyarakat Bali percaya bahwa pohon besar atau patung yang telah dibungkus kain poleng, menjadi stana atau tempat bersemayam sosok-sosok yang dapat “menghitam-putihkan” kehidupan di dunia. 
Kain poleng atau saput poleng ini sudah dianggap sebagai seragam untuk para pecalang. Hal ini juga dituliskan dalam Lontar Purwadigama yang menjelaskan bahwa sebaiknya seorang pecalang paling tidak menggunakan udeng khusus (ikat kepala khas Bali) yang berbeda dengan udeng yang dipakai pejabat kerajaan (patih). Menggunakan kamen atau kain dengan ujung yang menusuk ke tanah, mekampuh poleng atau mengenakan kain poleng dan lain-lain. Dengan menggunakan kain poleng, para pecalang diingatkan untuk bercermin dari makna filosofis yang dimiliki oleh kain poleng, sehingga dapat sigap (celang) dan selalu waspada saat menjaga keamanan dalam lingkungan desa adat, sehingga dapat tercipta situasi yang harmonis serta tertib.

Ragam Jenis Kain Catur (Kotak-Kotak) atau Poleng

Kain Poleng atau Kain Catur (Kotak-Kotak) tidak bewarna kotak-kotak hitam putih saja. Ada ragam jenis yang termasuk bagian dari kain poleng. Pertama, Kain Poleng Rwa Bhineda yaitu motif yang paling populer dan mudah ditemui dengan warna hitam dan putih. Kain jenis ini mengimplementasikan konsep Rwa Bhineda yang menekankan bahwa terdapat dua hal berlainan yang tidak dapat dipisahkan. Kain jenis ini biasanya dikenakan oleh para pecalang, agar diharapkan dapat membedakan antara tindakan benar dan salah hingga perbuatan yang baik dan buruk.
Ketiga jenis kain poleng dapat diperoleh dalam bentuk kain katun hingga kain sutra. Tak lupa, secara umum, ketiga jenis kain ini tetap memiliki satu fungsi yang sama yaitu menggambarkan kehidupan dan memberikan pesan kepada manusia untuk menjaga keseimbangan sesuai dengan fiilosofi yang dimilikinya. Bila manusia bisa mengaplikasikan filosofi yang terdapat pada kain poleng, niscaya kedamaian dan keharmonisan akan mudah dirasakan dalam hidup.
  • image

Kain Catur (Kotak-Kotak)


  • Rp 22.500 /meter
  • Berat  : 125 g
Order 10 meter
:
-10% /meter
Order 25 meter
:
-15% /meter
Order 50 meter
:
-20% /meter
Ukuran
Lebar Kain
:
140 cm


Kain Catur Hitam-Putih umumnya dikenakan sebagai payung / tedung, kostum pelinggih Tugun Karang serta kostum oleh penari Kecak. Ciri khas dari kain khas Bali ini adalah desain kotak-kotak hitam-putih yang memiliki dua karakteristik kontradiktif yaitu Rwa dan Bhineda yang bermakna keseimbangan alam.

Kain Catur Tridatu yang memiliki tiga warna penyusun yaitu hitam, putih dan merah. Ketiga warna ini dianggap menyimbolkan ajaran Triguna, yaitu ajaran tentang tiga sifat yang memengaruhi manusia. Warna putih dianggap sebagai perlambang sifat kesucian, ketenangan dan kebijaksanaan. Warna hitam diartikan sebagai simbol Perlindungan, pemeliharaan. Sedangkan warna merah dianggap sebagai sikap berenergi dan dinamis. Ketiga warna ini juga dimaknai sebagai Dewa Tri Murti yang dilambangkan dengan warna merah sebagai simbol penciptaan atau Brahma, warna hitam menyimbolkan pemeliharaan atau Wisnu, dan warna putih melambangkan Penyucian (Peleburan) dari Siwa.

Kain poleng juga bisa digunakan untuk hal-hal yang umum tidak bersifat religi dan sakral. Selain pada objek yang sakral, kain poleng juga dapat ditemui pada benda-benda yang biasa. Hal ini bisa dijumpai saat kain poleng digunakan sebagai umbul-umbul, payung, penutup meja, hingga dekorasi untuk menghias benda-benda hotel.

Penggunaan kain poleng pada benda-benda yang tak sakral biasanya dikolaborasikan atau ditambahkan dengan motif dan corak baru, sehingga dikenal sebagai poleng anyar. Dalam kesenian tradisional Bali, kain poleng digunakan pada berbagai seni tari, seni drama dan pewayangan. Contohnya, pada pakaian atau kostum para penari Tari Kecak, kain poleng dipakai pada bagian kamen. Selain dalam seni, kain poleng biasanya dikenakan oleh para pecalang atau petugas keamanan di desa adat ketika sedang bertugas.

Produk Terkait